https://pati.times.co.id/
Ekonomi

Bertahan 65 Tahun, Batik Saji Pacitan Tembus Pasar Luar Negeri

Kamis, 02 Oktober 2025 - 12:34
Bertahan 65 Tahun, Batik Saji Pacitan Tembus Pasar Luar Negeri Proses pewarnaan batik saji di Pacitan (Foto: Rojihan/TIMES Indonesia)

TIMES PATI, PACITAN – Di tengah gempuran industri modern dan produk tekstil pabrikan, Batik Saji yang berasal dari Desa Sukoharjo, Kabupaten Pacitan, tetap kokoh bertahan selama 65 tahun. Bahkan, kini batik khas Pacitan itu mulai menembus pasar internasional, salah satunya ke Swiss.

Owner Batik Saji Pacitan, Danang Eko (45), menuturkan bahwa ketahanan usaha batik keluarganya tidak lepas dari kualitas dan ketlatenan dalam pengerjaan. Setiap helai batik dikerjakan dengan detail tinggi dan tetap mempertahankan ciri khas tradisional.

“Bahan baku kami ambil dari Solo. Lilin dan beberapa bahan lainnya juga kami siapkan sesuai kebutuhan produksi. Kalau Batik Saji masih bisa bertahan hingga sekarang karena ada pesanan rutin dari dinas-dinas, seragam sekolah, dan juga pesanan guru. Itu yang menopang keberlanjutan,” ujar Danang.

Dalam sepekan, Batik Saji mampu memproduksi 250 hingga 300 potong. Pasar lokal tetap menjadi penopang utama, namun pemesanan juga datang dari luar daerah, bahkan luar negeri.

“Kalau dari luar kabupaten biasanya langsung order lewat WhatsApp atau telepon. Mereka minta motif tertentu, langsung kami layani,” tambahnya.

Pesanan dari luar negeri pun punya karakteristik tersendiri. Menurut Danang, pembeli dari Swiss kerap meminta desain dengan ide motif mereka sendiri, dengan syarat harus menggunakan pewarna alami.

batik-saji-Pacitan-2.jpgProduk Batik Saji yang sebagian sudah dilakukan pewarnaan (Foto: Rojihan/TIMES Indonesia)

“Mereka tidak mau bahan kimia, semua harus alami. Jadi butuh proses khusus untuk memenuhi standar itu,” terangnya.

Sejarah panjang Batik Saji tidak bisa dilepaskan dari warisan leluhur. Desa Sukoharjo sendiri dikenal sebagai kampung batik sejak era kadipaten. Tradisi membatik diturunkan dari buyut, simbah, hingga ibu Danang yang lahir tahun 1960.

“Kenapa namanya Batik Saji? Itu sebenarnya dari nama ibu saya. Seiring usia beliau yang semakin tua, saya yang meneruskan usaha ini,” kata Danang.

Pasang Surut dan Harapan

Dalam perjalanannya, Batik Saji juga mengalami pasang surut. Namun, konsistensi tetap dijaga dengan tenaga kerja sekitar 50 orang. Dari jumlah itu, sekitar 15 orang fokus di bagian produksi, sementara sebagian lain mengerjakan proses pewarnaan dari rumah masing-masing.

Produk Batik Saji juga beragam. Batik berbahan sutra tenun menjadi produk premium dengan harga mencapai Rp4 juta per potong. Sedangkan batik reguler untuk pesanan sekolah atau kantor dijual di kisaran Rp150 ribu hingga Rp260 ribu, tergantung bahan dan tingkat kesulitan motif.

Dalam tiga bulan terakhir, permintaan meningkat dari berbagai kalangan, mulai dari seragam sekolah dengan motif batik “Pace” hingga perkantoran dengan motif “Jagat.” Produksi rutin pun terus digenjot untuk memenuhi permintaan pasar.

“Dalam seminggu bisa sampai 300 potong. Membatik ini tidak bisa buru-buru, butuh ketlatenan dan kesabaran supaya hasilnya berkualitas. Itulah yang membuat Batik Saji tetap dipercaya hingga sekarang,” jelas Danang.

Dengan keberhasilan menembus pasar luar negeri, Batik Saji menjadi bukti bahwa produk lokal Pacitan mampu bersaing di kancah global. Warisan tradisi yang dikombinasikan dengan inovasi motif dan komitmen menjaga kualitas menjadi kunci bertahannya Batik Saji selama lebih dari enam dekade. (*)

Pewarta : Rojihan
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Pati just now

Welcome to TIMES Pati

TIMES Pati is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.