TIMES PATI, JAKARTA – Tiga kelompok HAM - Amnesty International, Human Rights Watch dan Asosiasi Tahanan dan Orang Hilang di Penjara Sednaya (ADMSP) serentak minta penguasa baru Suriah mengamankan bukti kekejaman yang dilakukan di bawah mantan presiden Bashar al-Assad.
Bukti tersebut, seperti dilansir Arab News termasuk dokumen pemerintah dan intelijen serta kuburan massal, akan sangat penting untuk menentukan nasib puluhan ribu orang yang dihilangkan secara paksa, dan untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan berdasarkan hukum internasional.
"Pemerintah transisi Suriah harus segera mengambil langkah-langkah untuk mengamankan bukti kekejaman yang dilakukan di bawah pemerintahan mantan presiden Bashar Assad," kata kelompok HAM itu.
Kompleks Saydnaya, sebuah tempat eksekusi di luar hukum, penyiksaan, dan penghilangan paksa, merupakan lambang kekejaman yang dilakukan terhadap para penentang Bashar al-Assad.
"Seiring berjalannya waktu, bila tidak ada tindakan, maka risikonya adalah bahwa sebuah keluarga tidak akan pernah mengetahui nasib orang yang mereka cintai yang hilang, dan pejabat yang bertanggung jawab atas kejahatan yang mengerikan itu tidak akan pernah diadili," kata Manajer program ADMSP, Shadi Haroun dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Amnesty.
Pernyataan tersebut menegaskan, bahwa para penyelidik dari tiga organisasi tersebut telah mengunjungi fasilitas penahanan, kuburan massal, dan pengadilan militer setelah pemberontak yang dipimpin oleh kaum Islamis menggulingkan Assad pada tanggal 8 Desember lalu.
"Di semua fasilitas penahanan yang dikunjungi, para peneliti mengamati bahwa dokumen-dokumen resmi sering kali dibiarkan tanpa perlindungan, dengan sebagian besar dijarah atau dihancurkan," kata kelompok HAM.
Mereka menyebutkan, dari kesaksian yang dikumpulkan, diperoleh informasi bahwa personel keamanan dan intelijen telah membakar beberapa materi sebelum mereka melarikan diri.
Begitu juga dalam kasus-kasus lain, kelompok-kelompok bersenjata yang menguasai fasilitas-fasilitas tersebut, atau tahanan yang baru dibebaskan, juga membakar dan menjarah materi-materi tersebut.
Para peneliti mengatakan, bahwa mereka melihat sendiri orang-orang biasa dan beberapa wartawan mengambil beberapa dokumen. "Dokumen-dokumen itu mungkin berisi informasi penting," tambah lembaga pengawas tersebut.
Lembaga kemudian meminta otoritas baru untuk berkoordinasi dengan badan pencari fakta yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk memastikan bahwa bukti yang tersisa tidak dirusak.
Kelompok-kelompok HAM itu juga meminta dengan sangat kepada otoritas baru Suriah mengamankan lokasi-lokasi kuburan massal di seluruh negeri, karena mereka melihat penduduk dan keluarga orang-orang yang hilang itu berusaha menggali sendiri sebagian jenazah keluarga mereka.
Kelompok HAM itu juga mengingatkan kembali, bahwa pejabat dari pemerintahan baru Suriah juga telah berjanji kepada para peneliti yang berkunjung, bahwa mereka akan memperkuat keamanan di sekitar fasilitas-fasilitas utama.
Hari Minggu lalu, Kepala Badan Investigasi PBB untuk Suriah, Robert Petit, saat berkunjung di Suriah mengatakan, dibutuhkan lebih dari cukup bukti untuk bisa menghukum orang atas kejahatan berdasarkan hukum internasional. "Karena itu mengamankan barang bukti serta melestarikannya adalah kebutuhan yang mendesak," katanya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Tiga Kelompok HAM Serentak Minta Penguasa Suriah Amankan Bukti Kekejaman Rezim Assad
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Ronny Wicaksono |