TIMES PATI, JAKARTA – Cyberbullying seperti virus digital, telah menginfeksi kehidupan remaja kita. Tindakan kekerasan di dunia maya ini tidak hanya meninggalkan luka emosional yang mendalam, tetapi juga berpotensi merusak masa depan anak-anak kita. Oleh karena itu, upaya pencegahan harus dimulai dari akarnya, yaitu lingkungan belajar mereka, sekolah.
Mengapa Sekolah Menjadi Garis Depan dalam Pertempuran Melawan Cyberbullying?
Sekolah adalah tempat pertama anak-anak belajar berinteraksi secara sosial dalam skala yang lebih luas. Di sini, mereka membentuk identitas diri, membangun relasi, dan mengembangkan keterampilan sosial.
Sayangnya, lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi ruang aman justru seringkali menjadi panggung bagi tindakan bullying, baik secara langsung maupun melalui dunia maya.
Beberapa Alasan Sekolah Memiliki Peran Sentral dalam Mencegah Cyberbullying
Pertama, Akses pertama ke teknologi. Sekolah adalah pintu gerbang bagi anak-anak untuk memasuki dunia digital. Dengan demikian, sekolah memiliki kesempatan emas untuk mengajarkan literasi digital dan etika bermedia sosial sejak dini.
Kedua, Pengaruh yang kuat. Guru dan teman sebaya memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk nilai-nilai dan perilaku siswa. Sikap positif dan suportif dari lingkungan sekolah dapat menjadi benteng pertahanan yang kuat melawan cyberbullying.
Ketiga, Lingkungan yang terkontrol. Sekolah dapat menciptakan lingkungan yang lebih terkontrol dibandingkan dengan dunia maya yang luas dan bebas. Dengan demikian, sekolah dapat memantau aktivitas siswa dan memberikan intervensi yang cepat jika terjadi masalah.
Strategi Efektif Sekolah dalam Mencegah Cyberbullying
Pertama, Pendidikan digital yang komprehensif. Di sekolah siswa diajarkan tentang berbagai jenis platform media sosial, cara kerjanya, dan potensi risiko yang terkait.
Kedua, Kritis terhadap informasi. Guru melatih siswa untuk mengevaluasi kebenaran informasi yang mereka temui di internet dan tidak mudah percaya pada hoaks.
Ketiga, Jejak Digital. Guru menjelaskan kepada siswa bahwa setiap aktivitas online mereka meninggalkan jejak digital yang dapat berdampak pada masa depan mereka.
Membangun Budaya Sekolah yang Positif
Budaya sekolah tidak begitu saja terbentuk, perlu adanya upaya nyata untuk menciptakan budaya sekolah yang positif.
Pertama, Nilai-nikai kebaikan. Guru dapat menanamkan nilai-nilai seperti empati, respect, dan integritas dalam setiap aspek kehidupan sekolah kepada para siswa.
Kedua, Program anti-bullying. Sekolah dapat menyelenggarakan program-program yang bertujuan untuk mencegah dan mengatasi segala bentuk bullying, baik secara langsung maupun melalui dunia maya.
Ketiga, Suasana Inklusif. Program dan budaya sekolah agar diupayakan dapat menciptakan suasana kelas yang inklusif dan menghargai perbedaan.
Kolaborasi dengan Orang Tua
Menjalin kolaborasi dengan orang tua dapat dilakukan dengan program seperti berikut ini.
Pertama, Sosialisasi. Sekolah menyelenggarakan workshop atau seminar untuk orang tua tentang cyberbullying dan cara melindungi anak-anak mereka di dunia maya.
Kedua, Komunikasi terbuka. Sekolah mendorong orang tua untuk berkomunikasi secara terbuka dengan anak-anak mereka tentang pengalaman mereka di dunia maya.
Pemantauan dan Intervensi
Pertama, Sistem pelaporan. Sekolah menyusun sistem pelaporan yang mudah dan aman bagi siswa untuk melaporkan kasus cyberbullying.
Kedua, Mengoptimalkan peran TPPK. Penting bagi sekolah untuk membentuk tim yang terdiri dari guru, konselor, dan petugas keamanan untuk menangani laporan cyberbullying. TPPPK (Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan) sekolah bisa melaksanakan tugas ini.
Ketiga, Konseling. Sekolah menyediakan layanan konseling bagi siswa yang menjadi korban cyberbullying.
Contoh Kasus dan Solusi
Misalnya, seorang siswa, sebut saja Andika, sering menjadi sasaran ejekan dan ancaman melalui pesan singkat. Andika merasa takut dan malu untuk menceritakan masalahnya kepada siapa pun. Dalam kasus seperti ini, sekolah dapat mengambil langkah-langkah berikut.
Pertama, Mengidentifikasi masalah. Guru BK dapat melakukan wawancara dengan Andika untuk menggali informasi lebih lanjut tentang situasi yang dialaminya.
Kedua, Memberikan dukungan. Andika diberikan dukungan emosional dan bantuan untuk mengatasi trauma yang dialaminya.
Ketiga, Menyelidiki kasus. Sekolah melakukan penyelidikan untuk mengidentifikasi pelaku dan mengambil tindakan yang sesuai.
Keempat, Mendidik pelaku. Pelaku cyberbullying diberikan sanksi yang sesuai dan mengikuti program pembinaan.
Cyberbullying adalah masalah kompleks yang membutuhkan solusi yang komprehensif. Sekolah sebagai lingkungan belajar, memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah dan mengatasi masalah ini.
Dengan menerapkan strategi yang tepat dan melibatkan semua pihak terkait, kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang aman, sehat, dan bebas dari cyberbullying. (*)
***
*) Oleh : Astatik Bestari, Ketua 2 Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Tutor Pendidikan Kesetaraan Nasional.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Peran Sekolah dalam Mencegah Cyberbullying
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |